Jujur saja saya ngga begitu tahu bagaimana proses terbentuknya organisasi Boedi Oetomo, dimana tanggal berdirinya, yaitu 20 mei 1908, kini diperingati sebagai hari kebangkitan nasional. Tapi, satu yang pasti saya ketahui, yaitu bahwa para pendirinya adalah para intelektual muda yang sangat peduli terhadap kebangkitan Indonesia ketika itu. Satu abad telah berlalu, namun Indonesia masih saja tidak berkutat dengan masalah politis diantara kalangan politisinya sendiri yang saling berebut kekuasaan, segala cara dihalalkan. Peran sebagai oposisi jadi-jadian di parlemen pun dilakonkan. Tujuannya hanya satu: porsi kue ekonomi yang besar.
Salah satu refleksi yang paling mengkhawatirkan atas eksistensi unsur politis dalam ekonomi adalah ketika terjadinya krisis ekonomi tahun 97 yang lalu, studi yang dilakukan oleh Institute of International Economics untuk melihat apakah krisis tersebut dapat diprediksi sebelumnya menyatakan bahwa Indonesia tidak termasuk negara yang masuk dalam kategori negara yang vulnerable terhadap krisis tersebut, sebab unsur politik tidak dimasukkan di dalam modelnya. Namun, setelah unsur politik dimasukkan ke dalamnya, barulah Indonesia dapat dikategorikan sebagai salah satu negara yang rawan terhadap krisis!
Saya jadi berpikir dan heran kapan Indonesia bisa menjadi bangsa yang benar-benar besar dalam arti kekuatan ekonomi dan teknologi yang besar, tidak hanya besar dalam arti yang semu, yaitu hanya besar secara geografis dan demografis. Saya sangat terkejut ketika beberapa waktu yang lalu membaca harian luar negeri (saya lupa namanya apa), mengetahui bahwa Cindy Adams tidak mencantumkan buku biografi Bung Karno sebagai salah satu hasil karyanya! Padahal ketika dia menulis biografi tersebut, yaitu pada tahun 1960-an Bung Karno masih merupakan salah satu tokoh dari dunia ketiga yang disegani, dan saya yakin kalau Cindy Adams ini akan mengakui biografi Bung Karno itu sebagai salah satu hasil karya masterpiece-nya.
Kemarin seluruh stasiun TV milik swasta dan pemerintah mempersembahkan sebuah acara yang berisikan tarian dan nyanyian khas daerah masing-masing di Indonesia, serta lagu nasional yang dinyanyikan oleh penyanyi-penyanyi kelas atas Indonesia. Tidak lupa ditampilkan juga atraksi yang dilakukan oleh para polisi dan tentara. Jujur saja saya sangat kecewa dan tidak puas mendapati isi acara yang demikian. Sangat monoton dan membosankan. Tidak ada yang istimewa. Saya jadi berpikir hanya inikah yang dapat ditampilkan ketika bangsa ini memperingati seabad kebangkitan nasional? Rasa-rasanya tidak ada perbuatan konkret yang dilakukan oleh pemerintah dan rakyat Indonesia kebanyakan untuk bias memajukan bangsa ini, selain menampilkan acara hiburan seperti nyanyian di televisi setiap tahunnya. Apakah pemerintah dan segenap rakyat Indonesia sungguh-sungguh meresapi makna dari kebangkitan nasional? Jelas jawabannya tidak jelas sama sekali.
Melihat begitu besarnya peranan intelektual muda dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik dalam organisasi Boedi Oetomo, mampukah kita memberikan kebangkitan jilid ke-2 bagi Indonesia? Sulit sekali untuk menjawab pertanyaan ini. Jika melihat prestasi teman-teman kita yang berhasil meraih medali pada ajang olimpiade sains tingkat dunia, rasa optimis pasti akan muncul, namun jika melihat acara-acara yang ditayangkan oleh televisi serta tema-tema media yang sangat dangkal, saya jadi pesimis, sebab apa yang ditayangkan oleh televisi mencerminkan selera para konsumennya, yang diantaranya adalah kaum muda.
Tetapi sebagai orang Indonesia, saya pastinya sangat berharap akan kemajuan bangsanya, berharap Indonesia dapat menjadi seperti Korea Selatan dan China yang berhasil meningkatkan kinerjanya baik dalam ekonomi dan olahraga. Kapan Indonesia dapat menjadi seperti kedua negara tersebut? Jika ditanya seperti itu hanya ‘entah’ yang dapat saya katakan. Di dalam hati saya hanya dapat berkata: “Ayo bangkit, Indonesia-ku! agar jangan diremehkan lagi oleh bangsa-bangsa di dunia”