Monday, January 14, 2008

You are So Damn Lucky, Soeharto!

Mantan Presiden Republik Indonesia yang kedua, Soeharto sekarang terbaring tidak berdaya, dan katanya sudah hampir mati. Dia (maaf tidak menggunakan kata ‘Beliau’ soalnya kebagusan) mengalami kegagalan multi organ; hidupnya tinggal bergantung kepada mesin-mesin canggih pengganti kehidupan yang menunjukkan kehebatan pengetahuan manusia. Namun posting ini tidak ingin mengungkapkan kekaguman saya terhadap kecanggihan mesin-mesin tersebut. Saya ingin mengungkapkan betapa beruntungnya koruptor nomor wahid se-Indonesia tersebut, well memang belum terbukti sih, tapi keyakinan saya berkata demikian (bagaimana mau terungkap kalau yang meriksa juga bekas bawahannya, betul?)

Saya tidak heran dan mencibir Megawati karena tidak menjenguk Soeharto hingga menjelang ajalnya saat ini. Memang saya tidak begitu paham perasaannya sebab ayah saya tidak atau belum pernah diasingkan dan dijadikan seorang tahanan rumah oleh orang lain, layaknya Presiden pertama Republik ini Bung Karno. Tapi, jika ayah saya mengalami hal yang serupa yang dialami oleh Bung Karno, saya pun tidak akan menjenguk orang yang telah memperlakukannya seperti itu (maafkan praduga saya yang menuduh Soeharto sebagai pelaku). Biarpun kata orang tua dan agama tidak baik mendendam, biar urusan saya dengan Tuhan. Salut Megawati! (tapi dalam hal ini saja, loh!)

Saya begitu sedih membaca bagaimana perawatan kesehatan yang diterima Bung Karno saat itu. Coba bandingkan dengan apa yang diterima oleh Soeharto sekarang dengan 25 dokter dari tim dokter kepresidenan. Bagai bumi dan langit. Padahal, bila dibandingkan jasa Bung Karno dengan Soeharto, meskipun sulit diukurnya, saya rasa jauh lebih besar jasa Bung Karno. Dialah salah satu pendiri bangsa ini. Sedangkan Soeharto menurut saya hanya berjasa menanamkan bibit KKN yang sekarang telah tumbuh subur sehingga menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang tingkat korupsinya paling tinggi. Betul bila dia telah mengusahakan swasembada pangan pada tahun 1980-an dan yang lainnya, namun saya rasa keburukannya ataupun pertumbuhan emas yang dialami perekonomian Indonesia selama dia berkuasa itu karena pemikiran Widjojo cs. Tunggu saja sampai saya menulis skripsi tentang ini.

Melihat begitu banyak doa yang dipanjatkan untuk kesembuhan Soeharto, saya juga turut berdoa, jika dia meninggal tidak untuk kesembuhannya karena dia juga sudah uzur dan tidak berdaya lagi, semoga Tuhan memperhitungkan dosa-dosa yang diperbuat olehnya selama dia hidup di muka bumi ini. Kembali ke masalah perawatan yang diterima oleh Soeharto, saya hanya bisa berkata “you are so damn lucky, Soeharto!” karena para pendukung anda masih setia, atau justru takut dipenjara ?! Saya rasa tidak perlu Tuhan untuk turun tangan untuk mengetahui kenapa banyak yang ingin Soeharto mendapatkan perawatan terbaik.

Friday, January 4, 2008

Comfort View Vs Humanity: Comfort View Wins!

Yesterday, I went to my parents’ shop to assist them, once in a while. In my way to home we passed along a traditional market, I suppose. However, I was surprised that a beautiful public park I found, instead. I said “where the hell are they (fruit sellers, vegetable sellers, coconuts peelers, and their friends)?” It was there a year ago. My parents said that it was no longer there since several months ago, if they aren’t mistaken. Facts given were quite reliable since they regularly pass the street.

I just couldn’t stop shaking my head. I can’t imagine how many people must struggle to get some money just to live after their asses being kicked? This (forced movement a.k.a ‘penggusuran’) happened (again!). I don’t know how many traditional markets or illegal market have been swept out. I have no idea what have happened to other regions in Indonesia, but in Jakarta, at least on what I have seen by far, a comfort view like this is common. Jakarta, in my opinion, has been too busy to manage its make-up to look gorgeous as the capital city, without ever concerning on poverty rate, except for BOS or other significant yet I don't know.

I don’t know what’s in the authorities’ heads. They don’t seem to consider poor people as a part of Jakarta. I suppose they just consider poor people as a burden to wipe out. Look at those ‘penggusuran’ and Perda Tibum authorized. I know that sometimes PKLs break the rules, but the govt officials can’t put mere blames on them. They can’t find the legal ones because of lack of capital, neither physical nor intelligence.

They place those poor people as a scapegoat to conceal their incompetent, impotent, low quality, you name it works. It’s obvious and undisputable, I think. They have not provided reliable solutions. During analyzing and concerning this issue, I wonder if this is a problem of their hearts of inadequate incentive to develop competitiveness of poor people?

However, I don't know ‘till when this drama, where the fatty govt officials and other corruptive local representatives play unbeaten role and the poor people play the suffered ones, would end. Let ‘comfort view’ is Mike Tyson and ‘humanity’ is Chris John. If they fight in an occasion, it’s clearly Mike Tyson will be the absolute winner. Hope not always!